
Agenda Visiting Profesor yang digelar atas Kerjasama Universitas Muhammadiyah Malang dan Universitas Islam Majapahit Mojokerto Bersama beberapa Perguruan Tinggi dari berbagai daerah di tanah air menyelenggarakan kuliah pakar. Dalam kuliah pakar tersebut, Dekan Fakultas Agama Islam (FAI) UNIM, Dr. Saifuddin, M.A., menyampaikan materi seputar narasi radikalisme beragama yang menjadi ancaman bagi kelangsungan tatanan kehidupan bermasyarakat yang pluralistik.
Dalam membuka paparannya, Dr. Saifuddin menyinggung isu seputar radikalisme beragama sebagai cara orang mengimplementasikan ajaran agama (Islam) dengan tidak ramah terhadap kelompok atau agama lain. Radikalisme beragama cenderung monolitik dalam melihat realitas, di mana kebenaran hanya bersumber dari ajaran dan pendapat kelompoknya saja, sementara kelompok lain atau yang berbeda dengannya dianggap salah. Lebih jauh, yang dianggap salah itu harus dibenci dan dimusuhi. Hal ini, menurut Dr. Saifuddin, sangat membahayakan bagi kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara, karena bagaimanapun, bangsa ini dapat terus tegak berdiri karena ditopang oleh berbagai kelompok agama yang majemuk dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika.
Dalam beberapa tahun terakhir negara kita cukup disibukkan dengan kasus kekerasan atas nama agama. Kekerasan atas nama agama dalam titik tertentu berujung pada Tindakan terorisme, di mana sekelompok orang dengan pemahaman keras dalam beragama menebar teror dan pembunuhan terhadap kelompok agama lain, di samping melakukan teror kepada negara dan aparat pemerintah. Seperti misal bom terhadap gereja serta kantor-kantor polisi dan fasilitas public lain. Perilaku teror ini, dalam penyelidikan aparat, dilakukan oleh kelompok dalam Islam yang sangat keras dan kaku dalam memahami ajaran agamanya.
Dr. Saifuddin menjelaskan, para pelaku teror tidak ujug-ujug lantas menjadi teroris. Ada beberapa tahapan yang dilalui oleh seseorang untuk sampai pada tahap teroris. Yaitu diantaranya, pada mulanya diawali dengan pemahaman radikal dalam beragama. Pemahaman radikal dalam beragama bisa didapatkan seseorang pada kegiatan-kegiatan kajian agama tertentu, baik secara langsung atau melalui media social. Dimana sang penceramah terus mendakwahkan kebencian terhadap kelompok agama atau aliran lain. kebencian terhadap agama atau kelompok lain ini, dibungkus dengan penyampaian ayat-ayat suci dan hadis Nabi yang ditafsiri sesuai dengan selera mereka.
Atas dasar tersebut, Dr. Saifuddin dalam presentasinya menjelaskan betapa pentingnya menggali Kembali ayat-ayat Alquran dan hadis Nabi yang berisi tentang ajaran Islam yang yang mengajarkan tentang perdamaian dan kasih sayang terhadap siapa saja tanpa membedakan suku, etnis, agama, aliran, sekte atau yang lainnya. Karena pada dasarnya agama Islam mengajarkan akhlak tentang bagaimana memperlakukan orang lain dengan sebaik-baiknya. Esensi dari ajaran Islam adalah akhlak. Hanya dengan akhlak yang baik, ajaran Islam rahmatan lil ‘alamin akan dapat diemplementasikan.
Salah satu ayat Alquran yang dikutip oleh Dr. Saifuddin adalah surat al-Hujurat ayat 13. Bahwa manusia diciptakan oleh Allah dengan berkelompok, suku, bangsa berbeda-beda. Perbedaan tersebut bukanlah bertujuan untuk berseteru, bermusuhan dan saling membunuh. Namun sesuai dengan ayat tersebut, tujuan dari penciptaan manusia yang beragam adalah lita’arafu, yaitu saling mengenal dalam bingkai kehidupan plural namun harmonis. Lebih dari itu, Dekan FAI ini menandaskan, terminology lita’arafu dalam ayat tersebut adalah komitmen diri untuk mau hidup Bersama dan menerima orang lain yang berbeda dengan dirinya. Karena memang perbedaan adalah sunnatullah, sesuatu yang memang sudah dikehendaki oleh Allah Sang Pencipta. Pada bagian penutup, Dr. Saifuddin memberikan closing statement bahwa ajaran Alquran yang berisi tentang akhlaqul karimah, kasihsayang, perdamaian dalam bingkai moderasi beragama harus terus digali. Hal ini perlu dilakukan sebagai upaya membendung kelompok beragama yang mendakwahkan kebencian, kekerasan bahkan teror dalam menerapkan ajaran agama. Selain itu dalam konteks Indonesia, perbedaan aliran, kelompok, madzhab, bahkan perbedaan agama harus disikapi dengan proporsional sesuai dengan ajaran Alquran.
Terima kasih atas informasinya