MOJOKERTO, Tugujatim.id – Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Islam Majapahit (Unim) Mojokerto, Justsinta Sindi Alivi memiliki pengalaman menjalani ibadah puasa dengan waktu lebih panjang dibandingkan di Indonesia. Pengalaman itu dijalani saat menempuh kuliah di Warwick University Inggris.
“Puasa di UK (United Kingdom) tahun kemarin, tahun ini sudah pulang ke Indonesia,” tegas Justsinta Sindi Alivi, Minggu (31/3/2024).
Sindi, demikian biasa dipanggil, menyelesaikan program doktor sebagai mahasiswa penerima beasiswa by research jenjang PhD di Education Warwick University, Inggris. Cerita Ramadan, terutama perbedaan lamanya waktu berpuasa antara Inggris dengan Indonesia menjadi cerita tidak terlupakan.
“Kebetulan puasa tahun kemarin pas musim semi jadi subuh sekitar jam 4 pagi waktu UK dan magrib sekitar jam 8 malam waktu UK. Tapi Ramadan tahun 2018 dan 2019 pas masuk musim panas. Subuh sekitar jam 3 pagi dan magrib sekira jam 9 malam. Lebih panjang lagi,” kisah Sindi.
Meski perbedaannya begitu panjang, Sindi mengaku nyaman menjalankan ibadah wajibnya itu di negeri seberang. Apalagi suasana Ramadan di kampusnya cukup inklusif dan toleran, selain didukung kebersamaan teman sesama mahasiswa.
“Musala kampus selalu mengadakan buka bersama dan menyediakan makanan box gratis. Selain itu, komunitas Indonesia di Warwick sering berbagi, misal 1 atau 2 hari untuk iftar gratis. Kami bagi tugas untuk masak lauk dan nasi serta taljil. Setelahnya kumpul di satu rumah dan packing semua makanan. Biasanya sekitar 200 hingga 300 box makanan,” lanjut Sindi.
Tidak hanya itu, baik tenaga pengajar kampus maupun teman-teman Sindi pemeluk agama lain mengenali puasa Ramadan. Sehingga tidak jarang mereka bertanya dan memberi perhatian bagaimana puasa yang sedang dijalankannya saat itu.
“Maka dari itu alhamdulillah kampus kami, Warwick University cukup inklusif dan toleran. Bila ada kegiatan juga terdapat tempat representatif, misal musala kampus yang luas, bisa menampung 200 sampai 300 orang. Tempat wudlu dan toiletnya nyaman dan bersih,” ungkapnya.
Selama bermukim di Inggris, Sindi tergabung dengan komunitas sesama warga Indonesia di Coventry, sebuah kota dan distrik metropolitan di West Midlands, Inggris. Komunitas dari beragam profesi sering menggelar buka bersama saat Ramadan.
“Kami konsepnya potluck gitu, jadi tiap orang membawa makanan atau minuman untuk dinikmati bersama-sama. Selain itu sering juga ada buka bersama dengan teman-teman dari negara lain. Jadi kami undang mereka untuk makan bersama untuk buka bersama (meski mereka tidak puasa) sambil kami kenalkan menu Indonesia,” tambah alumni Magister Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Negeri Malang (UM) ini.
Meski tinggal di kota yang relatif kecil, teman-teman Sindi begitu menghargai saat dirinya berpuasa. Mereka sangat menghargai perbedaan dan bertoleransi tinggi dengan ibadah yang dijalankan oleh umat agama lain.
“Bahkan ketika kami belajar di kampus, saat waktu berbuka, beberapa dari mereka tanya apakah kami sudah buka, kadang ngasih makanan juga,” tandasnya.
Durasi puasa di Inggris kata Sindi, memang menjadi tantangan tersendiri, terlebih saat peralihan musim dari musim panas ke musim semi. Waktu puasanya akan lebih panjang sehingga memang harus menyikapinya secara khsusus.
“Tantangannya mungkin karena waktu puasanya lebih lama. Karena musim summer (musim panas) ke spring (musim semi) jadi susah fokus belajar. Jadi kami kalau puasa suka switch jam tidur malam. Malam tidak tidur buat belajar, setelah subuh baru tidur bangun jam 10 pagi atau 12 siang,” pungkasnya.
Sindi mendapatkan kesempatan kuliah ke Warwick University Inggris setelah terpilih sebagai salah satu peserta beasiswa Ministry of Religious Affairs (MoRA) dari Kementerian Agama. Selama beberapa tahun tinggal di Inggris memberikan pengalaman hidup sangat berharga.
Selama tinggal di Inggris, Sindi mengaku sempat bekerja paruh waktu di perpustakaan kampus, sebagai pengawas perpustakaan. Pengalaman itu dirasakan sangat membekas, yang memberinya kesempatan mengenal banyak orang dari berbagai negara dengan segala budaya dan perbedaan.
Reporter: Hanif Nanda Zakaria
Editor: Darmadi Sasongko